Dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar istilah pajak, namun pengertian yang sesungguhnya masih belum jelas artinya. Dalam Undang Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:
1. dipungut oleh negara (baik pemerintah pusat maupun daerah). Iuran tersebut berupa uang yang dipungut disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan manfaat tertentu bagi seseorang.
2. dipungut/dipotong berdasarkan dengan kekuatan Undang Undang serta aturan pelaksanaannya.
3. dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi langsung dan dapat ditunjuk.
4. diperuntukkan bagi pengeluaran pembayaran pemerintah yang bermanfaat bagi kemakmuran rakyat.
Disamping pemungutan pajak, pemerintah juga melakukan berbagai pungutan lain, yaitu retribusi, sumbangan, bea, dan cukai.
1. Retribusi adalah iuran kepada pemerintah daerah yang dapat dipaksakan dan memperoleh jasa timbal balik secara langsung dan dapat ditunjuk. Contoh tiket masuk objek wisata.
2. Sumbangan ialah iuran kepada pemerintah yang tidak dapat dipaksakan yang ditujukan kepada golongan tertentu dan dimanfaatkan untuk golongan tertentu pula contoh: sumbangan bencana alam
3. Bea adalah pungutan yang dikenakan atas suatu kejadian atau perbuatan yang berupa lalu lintas barang dan perbuatan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan. Contoh: bea masuk, bea keluar dan bea balik nama.
4. Cukai adalah pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang mempunyai sifat sebagaimana ditetapkan dalam Undang Undang dan hanya pada golongan tertentu dan yang membayar tidak mendapatkan prestasi imbal balik secara langsung. Contoh: cukai tembakau (sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris), cukai etil alkohol/etanol dan cukai minuman mengandung alkohol
A. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak yaitu:
1. Fungsi penerimaan (budgetair) yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi pengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
B. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hanmbatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesusikan dengan kemampuan masing-masing, sedang adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang Undang ( Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang undang perpajakan yang baru.
C. Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Hukum pajak dibedakan menjadi dua yakni:
1. Hukum pajak material yakni memuat norma-norma yang menerangkan tentang keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu yang timbul dan hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Contoh Undang Undang Pajak Penghasilan
2. Hukum pajak formal yakni memuat tentang bentuk/cara untuk mewujudkan hukum material menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak material). Hukum ini memuat:
a. Tata cara penyelenggaraan (presedur) penetapan suatu utang pajak,
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan hak-hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan/banding. Contoh: Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan
D. Pengelompokan Pajak
Pajak dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu:
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau bersandarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut pemungut dan pengelolanya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Meterai. Mulai tahun 2012 PBB dikelola oleh daerah.
b Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah..
Contoh
1). Pajak Daerah Tingkat I :pajak kendaaan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaaan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dan air permukaan.
2) Pajak Daerah Tingkat II: pajak hotel dan restoran, pajak reklame, pajak hiburan, pajak penerangan jalan.
E. Pemungutan Pajak
Cara pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel:
1. Stelsel nyata (riil stelsel)
Pemungutan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutan yang baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata memiliki kelebihan atau kebaikan, dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kelemahanya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode ( setelah penghasilan riil diketahui).
2. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu aggapan yang diatur oleh suatu Undang Undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Yakni pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya jika besarnya pajak menurut kenyataan lebih kecil daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak dapat minta kembali kelebihannya (direstitusi) dapat juga dikompensasi.
F. Azas Pemungutan Pajak
Ada tiga azas pemungutan pajak, yaitu azas domisili, azas sumber, dan azas kebangsaan.
1. Azas Domisili (azas tempat tinggal)
Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Azas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.
2. Azas Sumber
Yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3. Azas Kebangsaan
Yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Azas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
G. Sistem Pemungutan Pajak
Ada tiga sistem pemungutan pajak, yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding Assessment System.
1. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus,
b. Wajib pajak bersifat pasif,
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus.
2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak yang terutang,
c. Fiskus tidak ikut campur tetapi hanya mengawasi.
3. With Holding Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) untuk menentukan besarnya pajak terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga selain fiskus dan wajib pajak.
H. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:
1. Ajaran formal, yaitu utang pajak timbul karena dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System.
2. Ajaran material, yaitu utang pajak timbul karena berlakunya Undang Undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan atau suatu perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: pembayaran, kompensasi, daluwarsa, bembebasan, dan penghapusan.
1. Pembayaran yaitu utang pajak yang melekat pada Wajib pajak akan hapus jika sudah dilakukan pembayaran kepada kas negara.
2. Kompensasi yaitu apabila wajib pajak mempunyai kelebihan dalam pembayaran pajak, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang masih harus dibayar.
3. Daluwarsa/lewat waktu yaitu terlampauinya waktu dalam melakukan penagihan utang pajak selama lima tahun sejak terjadi utang pajak.
4. Pembebasan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi admistrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak.
5. Penghapusan yaitu pemberian pembebasan atas sanksi admistrasi pajak (berupa bunga atau denda) yang harus dibayar oleh wajib pajak dikarenakan keadaan keuangan wajib pajak.
I. Hambatan Pemungutan Pajak
Adanya hambatan dalam pungutan pajak, yaitu perlawanan pasif, dan perlawanan aktif :
1. Perlawanan pasif yaitu masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, hal ini disebabkan oleh:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat,
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit difahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif, yakni semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Ada dua cara/bentuk perlawanan katif, yaitu Tax Avoidance, dan Tax Evasion
a.Tax Avoidance adalah usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang Undang.
b. Tax Evasion adalah usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar Undang Undang (menggelapkan pajak).